
Bahasa Jawa
Sebagai sebuah negara, Indonesia sangat beragam baik dari segi bahasa maupun budaya. Keragaman budaya Indonesia tersebut membuat banyak orang tertarik untuk belajar bahasa suatu daerah.
Salah satu bahasa daerah yang ada di Indonesia adalah bahasa Jawa. Bahasa ini merupakan bahasa daerah dengan jumlah penutur terbanyak di Indonesia. Buka artikel translate bahasa Jawa halus sehari hari jika kamu tertarik untuk mempelajarinya.
Semakin ke sini, bahasa yang satu ini saling mempengaruhi dengan bahasa Indonesia. Banyak kosa kata bahasa Indonesia diambil dari bahasa daerah ini begitupun sebaliknya, banyak diksi bahasa Indonesia yang digunakan bersama dengan bahasa ini dalam percakapan.
Pengertian
Definisi bahasa Jawa adalah bahasa orang Jawa di bagian timur dan tengah Pulau Jawa, Indonesia. Ada beberapa kantong penutur bahasa ini di pantai utara Jawa Barat. Ini adalah bahasa ibu bagi lebih dari 98 juta orang (lebih dari 42% dari total penduduk Indonesia).
Bahasa Jawa adalah salah satu anggota keluarga bahasa Austronesia, meskipun posisinya dalam klasifikasi bahasa ini cukup unik dan sulit diidentifikasi. Bahasa ini memiliki hubungan kekerabatan yang paling erat dengan bahasa-bahasa yang digunakan di wilayah tetangganya, seperti bahasa Madura, Sunda, dan Bali.
Negara yang sebagian penduduknya bisa bahasa Jawa:
- Malaysia (terkonsentrasi di pantai barat Negara Bagian Selangor dan Johor)
- Singapura
- Negara Suriname
- Sri Lanka
- Kaledonia Baru
Jika kamu hendak mengutarakan kata kata cinta dengan bahasa daerah satu ini, buka artikel tentang Bahasa Jawa Aku Cinta Kamu.
Urutan Basa Jawa
Bahasa ini mempunyai tingkatan yakni ngoko lugu, ngoko alus, krama lugu, dan krama inggil. Tingkatan tersebut digunakan menurut orang yang diajak berinteraksi.
- Ngoko Lugu:
- Bahasa Jawa sehari-hari.
- Biasanya digunakan dalam interaksi antara orang dengan status yang setara atau lebih tinggi ke lebih rendah.
- Ngoko Alus:
- Bahasa peralihan dengan kata ngoko diselipi oleh kata krama.
- Sering digunakan ketika berbicara dengan orang asing atau yang ingin tetap menghormati dengan mengimbuhkan sedikit bahasa krama.
- Krama Lugu:
- Bahasa peralihan dengan kata krama diselipi oleh kata ngoko.
- Digunakan dalam percakapan sehari-hari.
- Krama Inggil:
- Digunakan oleh orang dengan status lebih rendah saat berbicara dengan orang yang memiliki status lebih tinggi.
- Bahasa yang digunakan dalam pidato dalam bahasa Jawa.
Ngoko lugu yaiku basa ingkang mboten wonten tembung-tembung krama.
Ngoko alus yaiku basa ngoko ingkang ngagem basa krama sekedik.
Krama lugu yaiku basa ingkang sedaya kalimatipun ngagem basa krama ananging wuwuhane taksih migunakake wuwuhan basa ngoko.
Krama alus utawi krama inggil yaiku basa ingkang sedaya kalimatipun ngagem basa krama.
Contoh kalimat ngoko lugu: Kowe mau wis mangan?
Contoh krama alus: Panjenengan sampun dhahar wau?
Bahasa Indonesia: Kamu tadi sudah makan?
Sejarah
Secara sederhana, sejarah perkembangan bahasa ini dapat dikelompokkan jadi dua fase berbeda, yakni Jawa Kuno & Jawa Baru.
1. Jawa Kuna
Bentuk mula-mula bahasa Jawa Kuna yang terdokumentasi dalam Prasasti Sukabumi (804 Masehi). Pada periode abad ke-9 sampai abad ke-15, bahasa ini kerap dituturkan di seluruh pulau.
Bahasa Jawa Kuna sering kali dijumpai berupa puisi berbait, sehingga terkadang dikenal dengan sebutan bahasa Kawi atau bahasa sastra. Meskipun demikian, istilah tersebut juga sering digunakan untuk merujuk pada komponen bahasa yang bersifat kuno dalam varian Bahasa Jawa yang lebih modern.
Sistem penulisan bahasa ini merupakan adaptasi aksara Palawa dari India. Sebagai alternatif, hampir setengah dari kata-kata yang ada dalam teks berbahasa Jawa Kuna memiliki akar kata bahasa Sanskerta. Bahasa ini juga menyerap kosakata dari bahasa lain yang berkembang di Nusantara.
Pada abad ke-14 hingga periode selanjutnya, Bahasa Jawa Kuna juga dikenal dengan sebutan “Bahasa Jawa Pertengahan.” Meskipun penggunaannya semakin jarang pasca abad ke-15, variasi bahasa ini masih dituturkan di Bali, khususnya dalam konteks upacara keagamaan.
2. Jawa Baru
Ragam bahasa ini telah mengalami perkembangan signifikan ketika abad ke-16, seiring dengan penyebaran Islam di Jawa. Pada mulanya, ragam bahasa ini didasarkan pada bahasa yang digunakan oleh masyarakat di Pantura yang sudah menganut Islam.
Karya sastra dalam bahasa ini seringkali memiliki nuansa Islami, termasuk beberapa yang terjemahan bahasa Melayu. Selain itu, Bahasa Jawa Baru ini mengadopsi abjad Arab dan diadaptasi menjadi abjad Pegon.
Selama naiknya Mataram sebagai kekuatan dominan, pusat kebudayaan bergeser dari pesisir utara ke pedalaman Jawa. Ragam tulisan ini kemudian dikembangkan oleh sastrawan Mataram, dan saat ini dianggap sebagai bahasa Jawa baku.
Perkembangan lain yang terkait dengan munculnya Mataram Islam adalah pembuatan sistem tingkatan bahasa Jawa krama dan ngoko, yang tidak ada dalam ragam Jawa Kuno.
Pada tahun 1830-an, buku cetak menggunakan bahasa Jawa diterbitkan dengan aksara Jawa, tetapi kemudian alfabet juga digunakan. Pada abad ke-19, ragam bahasa ini mulai digunakan untuk menulis novel, puisi bebas, dan cerita pendek.
Saat ini, ragam bahasa ini telah menjadi bahasa umum yang digunakan pada berbagai media, termasuk buku dan acara televisi. Bahasa ini, yang telah mengalami perkembangan mulai abad ke-20, sering disebut sebagai “Bahasa Jawa Modern.”
Sistem Aksara
Jawa modern dapat ditulis memakai tiga sistem penulisan yakni abjad Pegon, aksara Jawa, dan huruf Latin.
1. Aksara Jawa

Sejarah Aksara Jawa, dari rumpun Brahmi, muncul sebagai hasil turunan aksara Pallawa melalui perantaraan aksara Kawi ketika abad ke-16 selama masa puncak dan akhir Kerajaan Majapahit.
Pengaturan urutan aksara Jawa mengikuti Hanacaraka, yang berhubungan dengan legenda Aji Saka. Menurut legenda ini, Aji Saka mengingat kedua pelayannya, Sembada dan Dora, yang gugur karena sengketa atas sebuah pusaka berharga.
Sembada meyakini bahwa Aji Saka saja yang berhak membawa pusaka tersebut, padahal Aji Saka memerintahkan Dora untuk mengambilnya di Jawa. Konflik ini berujung fatal, mengakibatkan kematian keduanya karena keduanya sama-sama sakti.
Saat ini, aksara Jawa dapat ditemukan di berbagai tempat di ruang terbuka, utamanya di Surakarta dan D.I. Yogyakarta. Penggunaan aksara Jawa sering bersamaan dengan huruf Latin pada instansi, papan nama jalan, dan tempat umum lainnya.
Aksara Jawa memiliki hubungan dekat dengan carakan Cirebon dan aksara Bali, keduanya merupakan turunan versi awal aksara Jawa.
Google Translate aksara Jawa ke Latin kini belum tersedia, tapi kamu bisa menggunakan alat translate aksara Jawa ini. Kamu juga bisa membaca Pepak Basa Jawa untuk membantu.
Gambar di atas hanya menampilkan aksara dasar tanpa pasangan, tanda baca, angka, dan atribut vokal seperti pepet maupun taling tarung.

2. Abjad Pegon

Bersamaan dengan masuknya Islam ke Jawa, abjad Pegon dengan keterkaitannya pada abjad Jawi, mengadopsi huruf Arab standar dan menambahkan beberapa huruf baru. Perkembangan sistem penulisan ini terjadi selama periode kejayaan Demak hingga Pajang di Jawa.
Orang Arab tidak dapat memahami huruf Pegon tanpa terlebih dahulu memahami bahasa Jawa. Beberapa huruf Pegon memiliki harakat, berbeda dengan huruf Jawi yang biasanya tidak memiliki harakat. Huruf Pegon tanpa memiliki harakat disebut sebagai Gundhil.
Sistem penulisan ini merupakan mata pelajaran yang wajib diajarkan di pesantren-pesantren Jawa. Istilah “Pegon” sendiri mengandung makna “menyimpang”, yang mengindikasikan bahwa penggunaan abjad Arab untuk menulis bahasa Jawa merupakan hal yang tidak biasa.
3. Alfabet Latin

Proses Latinisasi di Nusantara telah dimulai sejak masa kolonial, namun baru mulai mengalami perkembangan signifikan ketika abad ke-17 ketika teknologi percetakan menjadi populer di Hindia Belanda.
Walaupun demikian, penggunaan alfabet tidak langsung memfasilitasi pemerintah pada masa itu untuk menulis dalam bahasa daerah. Penggunaan alfabet mulai meningkat saat mentranskripsi karya sastra beraksara Pegon dan Jawa menjadi lebih umum ketika abad ke-19.
Kompleksitas penulisan aksara Jawa akhirnya mendorong pembentukan sebuah standar yang digunakan bersama-sama. Standar transkripsi pertama untuk aksara Jawa ke huruf Latin yaitu Paugeran Sriwedari, yang diciptakan di Surakarta tahun 1926.
4. Aksara Lain
Di masa lalu, Jawa Kuna memanfaatkan aksara Nagari dan Kawi sebagai metode penulisan utamanya. Ini umumnya ditemukan dalam berbagai prasasti yang berasal dari periode antara abad ke-8 sampai abad ke-16 Masehi.
Sistem penulisan tersebut terus mengalami perkembangan, baik dalam hal bentuk maupun tipografinya.
Kamus Bahasa Jawa Halus
Kamu bisa buka artikel kamus bahasa Jawa sederhana yang berisi beberapa kosakata bahasa Jawa yang sering digunakan.

Lokasi Penutur

Seperti yang telah dijelaskan pada gambar di atas, bahasa ini banyak dipertuturkan oleh penduduk provinsi-provinsi di Pulau Jawa, termasuk di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur yang mayoritas adalah suku Jawa.
Dialek Bahasa Jawa
Jelaskan tentang dialek dalam bahasa Jawa! Menurut penuturan J. J. Ras yang merupakan seorang profesor sastra dan bahasa Jawa dari Universitas Leiden, bahasa ini memiliki dialek yang dikelompokan menurut lokasi.
Bagian barat:
- Banyumas – Bagelen
- Cirebon – Indramayu
- Banten
- Tegal – Brebes – Pekalongan
Bagian tengah:
- Surakarta – Daerah Istimewa Yogyakarta
- Madiun – Blitar – Kediri
- Semarang – Jepara – Demak – Kudus
- Blora – Pati – Rembang
Wilayah timur:
- Surabaya – Pasuruan – Malang
- Banyuwangi
Banyaknya dialek tersebut menciptakan banyak kosakata unik yang mungkin jarang terdengar hingga ke luar daerah daerah tersebut.
Dapatkan berita terbaru! Ikuti kami di Google News dan dapatkan kabar terupdate langsung di genggaman.
Bagikan ke media sosial:
Konten Terpopuler:
- Pedoman Penulisan Huruf Kapital (Besar) yang Benar sesuai PUEBI
- Macam-macam Preposisi atau Kata Depan
- Contoh Judul Skripsi yang Bisa Dijadikan Referensi
- Klasifikasi Makhluk Hidup Pelajaran Biologi Kelas X
- Persebaran Flora di Negara Indonesia
- Biodiversitas: Keanekaragaman Hayati di Indonesia
- Garuda Pancasila: Sejarah, Pengertian, Fakta-Fakta
- Hewan Ovipar: Pengertian, Ciri-Ciri, dan Contoh
- Hewan Vivipar: Pengertian, Ciri-Ciri, dan Contoh
- Manfaat Unsur Transisi Periode Keempat
