Untuk kamu yang pengen jadi penerjemah bahasa Jawa, ini adalah layanan terjemahan atau translate bahasa Jawa ke Indonesia dan sebaliknya lengkap dengan versi ngoko, krama lugu, hingga krama inggil.
Translator bahasa Jawa ini memudahkanmu dalam mengartikan kata atau translate dari bahasa Indonesia ke Jawa Halus saat jauh dari kamus atau pepak basa Jawa. Termasuk untuk membuat pidato perpisahan bahasa Jawa.
Variasi bahasa Jawa yang didukung pada program translate Jawa di atas mencangkup beberapa tingkatan yang ada di dalam bahasa Jawa, yakni:
- Bahasa Jawa Krama adalah tingkatan bahasa Jawa yang sopan.
- Bahasa Jawa Kramantara adalah tingkatan bahasa Jawa yang berbentuk krama namun dicampur dengan bahasa Inggil.
- Basa Jawa Wredha Krama adalah bahasa krama untuk orang yang sudah tua.
- Bahasa Jawa Krama Pasar adalah bahasa krama dalam bentuk lisan.
Pilih bahasa Jawa Krama ke Indonesia untuk menerjemahkan teks bahasa Jawa ke bahasa Indonesia atau membaca kamus sederhana dari Semut Aspal.
Bahasa Jawa
Kamu bisa membaca penjelasan lebih lanjut mengenai pengertian hingga macam-macam dialek bahasa Jawa di bawah ini. Mungkin setelah membacanya, kamu bisa terjemahkan beberapa kata dalam bahasa Jawa.

Sebagai sebuah negara, Indonesia sangat beragam baik dari segi bahasa maupun budaya. Keragaman budaya Indonesia tersebut membuat banyak orang tertarik untuk belajar bahasa suatu daerah.
Salah satu bahasa daerah yang ada di Indonesia adalah bahasa Jawa. Bahasa ini merupakan bahasa daerah dengan jumlah penutur terbanyak di Indonesia. Jika kamu tertarik untuk belajar bahasa Jawa maka alat translate bahasa Jawa di artikel ini akan berguna.
Semakin ke sini, bahasa Jawa dan bahasa Indonesia saling mempengaruhi satu sama lain. Banyak kosa kata bahasa Indonesia diambil dari bahasa Jawa begitupun sebaliknya, banyak diksi bahasa Indonesia yang digunakan bersama dengan bahasa Jawa dalam percakapan.
Pengertian
Bahasa Jawa adalah bahasa orang Jawa di bagian tengah dan timur Pulau Jawa, Indonesia. Ada beberapa kantong penutur bahasa Jawa di pantai utara Jawa Barat. Ini adalah bahasa ibu bagi lebih dari 98 juta orang (lebih dari 42% dari total penduduk Indonesia).
Bahasa Jawa merupakan salah satu bahasa Austronesia, namun tidak terlalu dekat dengan bahasa lain dan sulit untuk diklasifikasikan. Kerabat terdekatnya adalah bahasa tetangganya seperti bahasa Sunda, Madura, dan Bali.
Ada penutur bahasa Jawa di Malaysia (terkonsentrasi di pantai barat Negara Bagian Selangor dan Johor) dan Singapura. Bahasa Jawa juga digunakan oleh komunitas imigran keturunan Jawa di Suriname (koloni Belanda di Suriname hingga tahun 1975), Sri Lanka, dan Kaledonia Baru.

Urutan Basa Jawa
Bahasa Jawa mempunyai tingkatan yakni ngoko lugu, ngoko alus, krama lugu, dan krama inggil. Tingkatan tersebut digunakan menurut orang yang diajak berinteraksi.
- Ngoko lugu digunakan sebagai bahasa percakapan sehari-hari. Umumnya, bahasa ini digunakan untuk percakapan antara orang dengan status setara, atau orang dengan status lebih tinggi ke status lebih rendah.
- Ngoko alus adalah bahasa peralihan yang kalimatnya menggunakan kata ngoko yang diselipi kata krama. Bahasa ini umumnya dipakai untuk orang yang belum dikenal, maupun orang yang sudah dikenal tapi tetap ingin menghargai dengan menggunakan sedikit bahasa krama.
- Krama lugu adalah bahasa peralihan yang kalimatnya menggunakan kata krama yang diselipi kata ngoko.
- Krama inggil digunakan oleh orang dengan status lebih rendah pada orang dengan status yang lebih tinggi. Krama halus atau krama inggil adalah bahasa yang digunakan ketika berpidato dalam bahasa Jawa.
Contoh kalimat krama lugu dan krama alus:
- Bahasa Indonesia: Kamu orang mana?
- Ngoko: Kowe wong ngendi?
- Krama Lugu: Sampeyan tiyang pundi?
- Krama Alus: Panjengan tiyang pundi?
Catatan: Ada satu aturan bahwa “aku” tidak boleh memakai predikat kata dalam bahasa krama inggil. Misalnya “Kulo nembe nedha” boleh, “Kulo nembe dhahar” tidak boleh.

Sejarah dalam Bahasa Jawa
Secara sederhana, perkembangan bahasa Jawa dapat dikelompokkan dalam dua fase yang berbeda, yakni bahasa Jawa Kuno & bahasa Jawa Baru.
1. Bahasa Jawa Kuno
Bentuk mula-mula bahasa Jawa Kuno yang terdokumentasi dalam tulisan berasal dari tahun 804 Masehi, berada pada Prasasti Sukabumi. Pada periode abad ke-9 hingga ke-15, ragam bahasa ini umum digunakan di seluruh Pulau Jawa.
Bahasa Jawa Kuno lazimnya tertulis dalam bentuk puisi yang berbait. Ragam ini kadang juga disebut dengan istilah kawi ‘bahasa kesusastraan’ meski istilah ini juga merujuk pada unsur arkais dalam ragam tulisan bahasa Jawa Baru.
Sistem penulisan bahasa Jawa Kuno adalah adaptasi aksara Pallawa yang berasal dari India. Hampir 50% kosakata dalam tulisan-tulisan berbahasa Jawa Kuno berakar dari bahasa Sanskerta. Bahasa ini juga menyerap kosakata dari bahasa-bahasa lain di Nusantara.
Ragam bahasa Jawa Kuno yang tertulis pada beberapa naskah abad ke-14 dan setelahnya juga disebut “Bahasa Jawa Pertengahan“. Meski bahasa Jawa Kuno dan Pertengahan tidak lagi digunakan setelah abad ke-15, namun ragam bahasa ini masih digunakan di Bali untuk ritual keagamaan.
2. Bahasa Jawa Baru
Bahasa Jawa Baru berkembang menjadi ragam leterer utama bahasa Jawa sejak abad ke-16. Peralihan ini terjadi secara bersamaan dengan munculnya pengaruh Islam di Jawa.
Pada awalnya, ragam baku dari bahasa Jawa Baru didasarkan pada ragam bahasa di pantai utara Jawa yang masyarakatnya ketika itu sudah beralih menjadi Islam.
Karya tulis dalam ragam bahasa ini kental dengan nuansa islami, yang sebagiannya merupakan terjemahan dari bahasa Melayu. Bahasa Jawa Baru turut mengadopsi huruf Arab dan menyesuaikannya menjadi huruf Pegon.
Kebangkitan Mataram menyebabkan pusat kebudayaan ragam tulisan baku bahasa Jawa beralih dari pesisir utara ke pedalaman. Ragam tulisan ini kemudian dilestarikan oleh penulis-penulis Surakarta dan Yogyakarta, dan menjadi dasar bagi ragam baku bahasa Jawa di masa sekarang.
Perkembangan bahasa lainnya yang diasosiasikan dengan munculnya Mataram Islam pada abad ke-17 adalah pembedaan antara tingkat tutur Jawa ngoko dan krama. Pembedaan tingkat tutur ini tidak dikenal dalam ragam bahasa Jawa Kuno.
Buku cetak yang menggunakan bahasa Jawa mulai muncul sejak tahun 1830-an, awalnya dalam aksara Jawa, meski kemudian alfabet Latin juga digunakan. Sejak pertengahan abad ke-19, bahasa Jawa mulai digunakan dalam penulisan novel, cerita pendek, dan puisi bebas.
Kini, bahasa Jawa telah digunakan di berbagai media, mulai dari buku hingga acara televisi. Ragam bahasa Jawa Baru yang digunakan sejak abad ke-20 hingga sekarang bisa disebut sebagai “Bahasa Jawa Modern“.
Sistem Aksara
Bahasa Jawa Modern dapat ditulis menggunakan tiga jenis aksara yakni aksara Jawa, abjad Pegon, dan alfabet Latin.
1. Aksara Jawa

Aksara Jawa adalah aksara rumpun Brahmi yang diturunkan dari aksara Pallawa melalui aksara Kawi. Abjad ini muncul pada abad ke-16 tepatnya pada era kejayaan hingga akhir Kerajaan Majapahit.
Urutan aksara Jawa secara tradisional menggunakan pengurutan Hanacaraka. Pengurutan aksara tersebut diciptakan menurut legenda Aji Saka ketika mengenang dua orang pembantunya, Dora dan Sembada, yang berselisih paham tentang pusaka miliknya.
Sembada ingat bahwa hanya Aji Saka yang boleh mengambil pusaka tersebut, namun Dora diminta Aji Saka untuk membawakan pusaka Aji Saka ke Tanah Jawa. Perselisihan keduanya berujung pada pertarungan sengit; mereka memiliki kesaktian yang setara dan keduanya pun tumpas.
Pada saat ini, aksara Jawa digunakan secara luas di ruang publik, terutama di wilayah Surakarta dan Yogyakarta. Aksara Jawa ditulis bersandingan dengan alfabet Latin pada papan nama jalan, papan nama instansi, maupun nama tempat umum lainnya.
Huruf yang berkerabat dengan aksara Jawa adalah aksara Bali dan Carakan Cirebon, keduanya adalah turunan dari versi awal aksara Jawa pada abad ke-16.
Google Translate aksara Jawa ke Latin kini belum tersedia, tapi kamu bisa menggunakan alat translate aksara Jawa ini. Kamu juga bisa membaca Pepak Basa Jawa untuk membantu. Gambar di atas hanya menampilkan aksara dasar tanpa pasangan, tanda baca, angka, dan atribut vokal seperti pepet maupun taling tarung.
2. Abjad Pegon

Muncul bersama masuknya Islam ke Jawa dan berkembang selama masa kejayaan Kerajaan Demak hingga Pajang, abjad Pegon yang terkait dengan abjad Jawi (Arab-Melayu) mengadopsi huruf Arab standar dan ditambahkan huruf baru yang sama sekali tidak terkait dengan Arab.
Huruf-huruf pegon tidak bisa dipahami oleh orang Arab sebelum orang Arab memahami dan menguasai bahasa Jawa. Jika abjad Jawi selalu tanpa harakat (penanda vokal), beberapa abjad Pegon ada yang berharakat. Pegon yang tidak berharakat disebut sebagai Gundhil.
Abjad Pegon adalah materi wajib yang diajarkan di banyak pesantren Jawa. Kata pegon berarti “menyimpang”, maksudnya adalah bahasa Jawa yang ditulis menggunakan abjad Arab adalah sesuatu yang tidak lazim.
3. Alfabet Latin
Latinisasi bahasa-bahasa Nusantara telah terjadi sejak zaman kolonial Belanda. Pada abad ke-17, teknologi percetakan mulai diperkenalkan di Hindia Belanda. Namun tak serta merta mempermudah Belanda untuk menuliskan bahasa Jawa dengan alfabet Latin.
Alfabet Latin mulai diintensifkan untuk mentranskripsi karya-karya beraksara Jawa dan Pegon pada abad ke-19. Dengan kompleksnya penulisan aksara Jawa, transkripsi itu jelas membutuhkan sebuah standar yang dipakai bersama.
Standar yang pertama kali dipakai untuk transkripsi aksara Jawa ke Latin adalah Paugeran Sriwedari, diciptakan di Solo pada tahun 1926.
4. Aksara Lain
Pada masa lampau, bahasa Jawa kuno ditulis dengan aksara Kawi dan aksara Nagari. Penggunaannya banyak ditemukan di prasasti-prasasti abad ke-8 hingga abad ke-16 Masehi, aksara ini terus mengalami perkembangan baik dari segi bentuk dan tipografinya.
Lokasi Penutur

Seperti yang telah dijelaskan pada gambar di atas, bahasa Jawa banyak dipertuturkan oleh penduduk provinsi-provinsi di Pulau Jawa, termasuk di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Jika Google Translate Jawa halus ke Indonesia ada, itu akan sangat membantu.
Dialek Bahasa Jawa
Menurut penuturan J. J. Ras yang merupakan seorang profesor bahasa dan sastra Jawa di Universitas Leiden, bahasa Jawa memiliki beberapa dialek yang dikelompokan berdasarkan lokasi.
Wilayah barat:
- Banyumas – Bagelen (Banyumasan)
- Indramayu – Cirebon
- Tegal – Brebes – Pekalongan
- Banten
Wilayah tengah:
- Surakarta atau Solo – Yogyakarta (Mataram)
- Madiun – Kediri – Blitar (Mataraman)
- Semarang – Demak – Kudus – Jepara (Semarangan)
- Blora – Rembang – Pati
Wilayah timur:
- Surabaya – Malang – Pasuruan (Arekan)
- Banyuwangi (Using atau Osing)
Banyaknya dialek tersebut menciptakan banyak kosakata unik yang mungkin jarang terdengar hingga ke luar daerah tersebut. Google Translate dari Jawa ke Indonesia belum sampai ke tempat itu mungkin.
Fakta Unik Bahasa Jawa
Berikut ini fakta unik bahasa Jawa:
- Salah satu bahasa dalam Google Translate
- Banyak penutur di luar Indonesia
- Bahasa daerah dengan jumlah penutur terbanyak di Indonesia
- Terdapat tingkat tutur sebagai bentuk penghormatan
- Ditulis dengan salah satu aksara terindah di dunia
Kamus Sederhana
Berikut ini adalah kamus bahasa Jawa sederhana yang mungkin berguna untuk ngomong bahasa Jawa.
Bahasa Indonesia | Ngoko | Krama Madya | Krama Inggil |
---|---|---|---|
Saya | Aku | Kula | Dalem |
Kamu | Kowe | Sampeyan | Panjenengan |
Kita | Awakedhewe/awakdewe | Kita | Kula lan panjenengan |
Dia | Deweke | Piyambake | Piyambakipun |
Ini | Iki | Niki | Puniki |
Itu | Kui | Nika | Punika |
Apa | Apa | Punapa | Punapa |
Kapan | Kapan | Kala punapa | Kala punapa |
Dimana | Ngendhi | Ing pundhi | Wonten pundhi |
Yang Mana | Singndhi | Pundhi | Ingkang pundhi |
Siapa | Sapa | Sinten | Sinten |
Mengapa | Ngapa | Menapa | Kadhos menapa |
Bagaimana | Piye | Pripun | Kadhos pundhi |
Ya | Iya | Inggih | Inggih |
Tidak | Ora | Mboten | Mboten |
Barangkali | Menawa | Menawi | Menawi |
Satu | Siji | Setunggal | Setunggal |
Dua | Loro | Kalih | Kalih |
Tiga | Telu | Tiga | Tiga |
Empat | Papat | Sekawan | Sekawan |
Lima | Lima | Gangsal | Gangsal |
Enam | Enem | Enem | Enem |
Tujuh | Pitu | Pitu | Pitu |
Delapan | Wolu | Wolu | Wolu |
Sembilan | Sanga | Sanga | Sanga |
Sepuluh | Sepuluh | Sedasa | Sedasa |
Sebelas | Sewelas | Sewelas | Sewelas |
Dua belas | Rolas | Kalihwelas | Kalihwelas |
Tiga belas | Telulas | Tigawelas | Tigawelas |
Empat belas | Patbelas | Sekawanwelas | Sekawanwelas |
Lima belas | Limalas | Gangsalwelas | Gangsalwelas |
Enam belas | Nembelas | Nembelas | Nembelas |
Tujuh belas | Pitulas | Pitulas | Pitulas |
Delapan belas | Wolulas | Wolulas | Wolulas |
Sembilan belas | Sangalas | Sangalas | Sangalas |
Dua puluh | Rongpuluh | Kalihdasa | Kalihdasa |
Dua puluh satu | Selikur | Selikur | Selikur |
Dua puluh dua | Rolikur | Rolikur | Rolikur |
Dua puluh tiga | Telulikur | Telulikur | Telulikur |
Dua puluh empat | Patlikur | Patlikur | Patlikur |
Dua puluh lima | Selawe | Selangkung | Selangkung |
Dua puluh enam | Nemlikur | Nemlikur | Nemlikur |
Dua puluh tujuh | Pitulikur | Pitulikur | Pitulikur |
Dua puluh delapan | Wolulikur | Wolulikur | Wolulikur |
Dua puluh sembilan | Sangalikur | Sangalikur | Sangalikur |
Tiga puluh | Telungpuluh | Tigangdasa | Tigangdasa |
Empat puluh | Petangpuluh | Sekawandasa | Sekawandasa |
Lima puluh | Seket | Seket | Seket |
Enam puluh | Suwidak | Suwidak | Suwidak |
Tujuh puluh | Pitungpuluh | Pitungpuluh | Pitungpuluh |
Delapan puluh | Wolungpuluh | Wolungpuluh | Wolungpuluh |
Sembilan puluh | Sangangpuluh | Sangangpuluh | Sangangpuluh |
Seratus | Satus | Setunggalatus | Setunggalatus |
Lima ratus | Limangatus | Limangatus | Limangatus |
Enam ratus | Nematus | Nematus | Nematus |
Seribu | Sewu | Setunggalewu | Setunggalewu |
Orang | Uwong | Tiyang | Piyantun |
Laki-laki | Lanang | Jaler | Kakung |
Perempuan | Wedhok/Wadhon | Estri | Putri |
Ayah | Bapak | Bapa | Rama |
Ibu | Ibu | Biyung | Ibu |
Anak | Lare | Putra | Putra |
Nama | Jeneng | Asma | Asmanipun |
Uang | Duwit | Artho | Artho |
Kamar kecil | (Kamar) Mburi | (Kamar) Wingking | (Kamar) Wingking |
Air | Banyu | Toya | Toya |
Jalan | Dalan | Mergi | Mergi |
Semua | Kabeh | Sedaya | Sedanten |
Terima kasih | Nuwun | Maturnuwun | Maturnuwun |
Selamat jalan | Sugeng tindak | Sugeng tindak | Sugeng tindak |
Belum | Durung | Dereng | Dereng |
Karena | Sebabe/mergo | Amargi | Amargi |
Tetapi | Ning | Ananging | Ananging |
Bisa | Isa | Saged | Saged |
Punya | Duwe | Gadhah | Kagungan |
Ada | Ana | Wonten | Wonten |
Mau | Gelem | Kersa | Kersa |
Jangan | Ojo | Ampun | Ampun |
Pergi | Lungo | Tindhak | Tindhak |
Datang | Teko | Rawuh | Rawuh |
Berjalan | Mlaku | Mlampah | Tindak |
Bicara | Omong | Wicanten | Ngendika |
Bilang | Ngomong | Dawuh | Dawuh |
Lihat | Ndelok | Ningali | Mirsani |
Mengerti | Ngerti | Ngertos | Ngertos |
Makan | Mangan | Nedha | Dhahar |
Minum | Ngombe | Ngunjuk | Ngunjuk |
Dengar | Krungu | Mireng | Midhanget |
Tahu | Ngerti | Ngertos | Ngertos |
Memberi | Ngekeki, Aweh | Nyukani, Wenehi | Maringi |
Suka | Seneng | Remen | Remen |
Cinta | Seneng | Remen | Tresna |
Beli | Tuku | Tumbas | Mundhut |
Pasar | Pasar | Peken | Peken |
Jauh | Adoh | Tebih | Tebih |
Dekat | Cedak | Cerak | Cerak |
Semut | Semut | Semut | Semut |
Yaitu | Yaiku | Yaiku | Inggih punika |
Setiap hari | Saben dino | Saben dinten | Saben dinten |
Ikut | Melu, Anut | Tumut | Dherek |
Mau, Akan | Arep, Meh, Ameh | Ajeng | Kersa |
Benar | Bener | Leres | Kasinggihan |
Dulu | Mbiyen | Riyin, Kala mben | Rumiyin |
Tinggi | Dhuwur | Inggil | Luhur |
Lupa, Kelupaan | Lali, Kelalen | Kesupen | Kalimengan |
Sakit | Lara | Gerah | Sakit |
Duduk | Linggih | Lenggah | Pinarak |
Lewat | Liwat | Langkung | Miyos |
Sembuh | Mari | Mantun | Dhangan |
Berguna | Kanggo | Kangge | Kangge |
Sama-sama | Podho-podho | Sami-sami | Sami-sami |
Kira-kira | Kiro-kiro | Kinten-kinten | Kinten-kinten |
Lebih | Luih | Langkung | Langkung |
Sangat, sekali | Banget | Sanget | Sanget |
Dari | Seko | Saking | Saking |
Sekarang | Saiki | Sakpunika | Sakpunika |
Baru | Anyar | Enggal | Enggal |
Tua | Tuo | Sepuh | Sepuh |
Panjang | Dowo | Panjang | Panjang |
Pendek | Cendek | Cendak | Cendak |
Murah | Murah | Mirah | Mirah |
Mahal | Larang | Awis | Awis |
Panas | Panas | Benther | Benther |
Dingin | Adem, atis | Asrep | Asrep |
Kemarin | Wingi | Kala wingi | Kala wingi |
Dulu | Mbien, ndek mben | Kala mben | Kala mben |
Besok | Sesuk | Mbenjang | Mbenjing |
Atas | Nduwur | Inggil | Inggil |
Bawah | Ngisor | Andap | Andap |
Lapar | Ngelih | Luwe | Luwe |
Bahagia | Seneng | Rahayu | Rahayu |
Maaf | Ngapunten | Ngapura | Ngapura |
Pagi | Esuk | Injing | Injing |
Siang | Awan | Siang | Siang |
Sore | Sore | Sonten | Sonten |
Malam | Wengi | Dalu | Dalu |
Berapa | Piro | Pinten | Pinten |
Silakan | Monggo | Monggo | Monggo |
Semoga alternatif Google Translate bahasa Jawa Halus ke Indonesia ini dapat bermanfaat untukmu. Omong-omong, Jawa Halus dan Jawa Krama Inggil kurang lebih sama.
Bagikan ke media sosial: